BEKASI SELATAN, BEKASIPEDIA.com – Pemkot Bekasi mulai melarang penggunaan plastik di seluruh instansi pemerintahan. Pegawai Negeri Sipil (PNS) alias Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kedapatan membawa plastik langsung ditindak Satuan Tugas (Satgas) Zero Plastik.
Pemkot Bekasi juga mengimbau kepada pedagang di Lingkungan Pemkot Bekasi untuk tidak lagi menggunakan plastik. Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Ferdinan menyatakan, aturan tersebut resmi dimulai sejak 1 Oktober 2019 kemarin. Namun, pada pekan pertama Oktober, Pemkot masih memaklumi jika masih ada ASN yang kedapatan membawa kantong plastik.
“Untuk minggu ini sebenarnya sudah tidak boleh lagi tapi masih diberikan edukasi, diberikan pemberitahuan lagi oleh satgas langsung kalau hari ini ada satgasnya,” kata Ferdinan saat dihubungi Kamis (3/10/2019).
Ia menuturkan, penindakan ASN yang kedapatan membawa kantong plastik dilakukan Satgas Zero Plastik yang berasal dari lima Satuan Kerja Perangkat Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah, Serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
“Mereka bekerja seperti biasa mulai dari Senin sampai Jumat. Tugasnya yang paling utama mengedukasi, men-sweeping. Mereka mengajak para pegawai aparatur untuk sama-sama membudayakan bawa minum sendiri, bawa kantong sendiri, dan botol sendiri. Jadi tidak ada lagi plastik yang berada di lingkungan kantor,” kata dia.
Terkait sanksi, Ferdinan mengatakan, ASN yang kedapatan masih membawa plastik, mereka akan dicatat dan kemudian diumumkan saat apel pagi. “Jadi masih sanksi moral, mereka dipisahkan barisannya pas apel pagi,” ucap dia.
Jika perwal itu sudah diberlakukan di lingkungan Pemkot Bekasi, maka akan diperluas penerapannya ke beberapa zona dan toko-toko ritel. Pemkot juga telah berkoordinasi dengan para pengusaha ritel terkait kebijakan tersebut.
“Kemungkinan besar targetnya adalah per 1 Januari 2020, selambat-lambatnya karena mereka juga perlu waktu untuk ngabisin stok plastik,” ujar Ferdinan.
Salah satu ASN di Lingkungan Sekretariat Daerah Kota Bekasi, Febby mendukung perwal tersebut. Menurutnya hal itu merupakan terobosan Wali Kota yang harus didukung oleh semua masyarakat. “Ya kan ini mulai dari dalam Pemkot dulu kasih contoh ke masyarakat. Harapannya sih nanti masyarakat juga bisa ngikutin,” kata Febby saat ditemuin di depan Kantor Sekda Kota Bekasi.
Feby juga mengaku tidak keberatan dengan kebijakam tersebut. “Saya sudah bawa botol minum sama tempat makan sendiri dari rumah, udah biasa bawa bekal jadi nggak repot,” kata dia.
Sedangkan ASN dari Dinas Pariwisata, Dedi menyatakan, ia juga mendukung kebijakan tersebut. Menurutnya, pembatasan plastik merupakan cara paling efektif. “Ya biar nggak numpuk di sungai, nanti malah mencemari lingkungan kalau nggak dibatasi,” kata Dedi.
Direktur Eksekutif Kawal Lingkungan Indonesia (Kawali), Puput TD Putra berpandangan, kebijakan Pemkot Bekasi tersebut merupakan salah satu langkah mengendalikan jumlah plastik. Namun, bagi dia, kebijakan tersebut masih dirasa kurang menyeluruh (holistik). Puput menambahkan, pemerintah sebaiknya juga mendorong penggunaan plastik ramah lingkungan.
“Kalau bicaranya untuk pengurangan sampah, dari regulasi UU persampahan No 18 tahun 2008 mewajibkan bahwa semua sampah yang masuk TPA harus terurai, termasuk sampah plastik. Artinya, harus ada peraturan yang mewajibkan perkantoran dan juga ritel untuk menggunakan plastik yang ramah lingkungan yang mudah terurai,” kata Puput.
Ia menjelaskan, plastik ramah lingkungan tersebut sebenarnya merupakan opsi alternatif. Ia menuturkan, plastik ramah lingkungan dapat terurai dalam jangka waktu tiga atau empat tahun. Sedangkan plastik konvensional, membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk terurai.
“Bahayanya seperti yang sudah terjadi itu kan menjadi sumbatan di sungai. Terus akan menjadi mikro plastik. Mikro plastik juga membahayakan hewan jika tertelan. Kalau itu sampai ke laut, maka akan berdampak secara ekologis, merusak ekosistem yang ada, termasuk mangrove dan biota lainnya juga menjadi terganggu,” katanya. (*)