BEKASI SELATAN, BEKASIPEDIA.com – Hingga pertengahan tahun 2019, pajak air tanah di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat belum mencapai separuh dari target yang dipatok pemerintah. Padahal ada 300 perusahaan atau wajib pajak yang harus menyetorkan uangnya kepada pemerintah.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Bekasi, Herman Hanafi mengatakan, raihan pajak air tanah hingga saat ini baru menembus sekitar Rp 2 miliar dari target Rp 5 miliar.
Meski belum separuh dari target yang ditetapkan, Herman optimis pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak air tanah akan terlampaui. “Sekarang kita sedang memaksimalkan penarikan kepada wajib pajak, pertama akan dikirim surat lalu bila diabaikan akan kita datangi mereka supaya menunaikan kewajibannya,” ujarnya.
Herman mengatakan, sejak tiga tahun terakhir perolehan pajak air tanah tidak mencapai target.
Misalnya pada 2016, perolehan pajaknya hanya menembus 93 persen atau setara Rp 4,1 miliar dari target Rp 4,5 miliar.
Kemudian pajak air tanah 2017 turun menjadi 81,15 persen atau setara Rp 3,6 miliar.
Selanjutnya pada 2018, perolehan pajak naik kembali menjadi 93 persen atau setara Rp 4,1 miliar.
“Sejak tahun 2015 sampai 2018 targetnya selalu sama sebesar Rp 4,5 miliar, namun di 2019 kita naikkan jadi Rp 5 miliar karena kita melihat ada potensi untuk menembus angka sebesar itu,” katanya.
Menurut dia, pajak air tanah sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi Nomor 5 tahun 2018 tentang Pajak Daerah.
Oleh karena itu, bagi wajib pajak diminta agar menunaikan membayar retribusi penggunaan air tanah kepada pemerintah.
Dia menjelaskan, untuk izin air tanah merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, begitupun untuk pengawasanya di wilayah Kabupaten Bekasi.
Namun, untuk penarikan PAD memang kewenangan dari Pemerintah Kabupaten Bekasi.
“Kita sudah minta perusahaan industri untuk membayar pajak sesuai aturan,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jejen Sayuti menegaskan, lembaganya melihat retribusi pajak dari sektor air tanah memang belum tergali secara maksimal oleh pemerintah.
Padahal, pajak air tanah seharusnya bisa menjadi lumbung pendapatan asli daerah.
“Pajak air tanah setiap tahunnya selalu menjadi sorotan kami sebagai pengawas eksekutif,” kata Jejen.
Menurut dia, potensi pajak yang hilang akibat ulah perusahaan pengemplang retribusi sangat besar.
Dia memproyeksikan, bila pelaku industri di Kabupaten Bekasi patuh terhadap aturan, maka pendapatan daerah sangat tinggi. “Pajak yang diterima pemerintah dari penggunaan air tanah selalu tidak mencapai target,” katanya.
“Padahal itu tidak semua dari 300 wajib pajak yang menunaikan kepatuhannya, bayangkan kalau seluruhnya membayar pajak,” kata Jejen. (*)