BEKASI TIMUR, BEKASIPEDIA – Pemkot Bekasi dan DPRD Kota Bekasi berencana menerbitkan peraturan daerah (perda) yang mengatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
Salah satunya kewajiban menggunakan masker saat berada di luar rumah. Hal tersebut tertuang pada rapat paripurna tentang Pembacaan Rancangan Keputusan DPRD Kota Bekasi tentang Pembentukan dan Penugasan Pansus 12 di Gedung DPRD Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (28/9/2020) kemarin.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan rapat paripurna kemarin siang juga membahas rancangan peraturan daerah (raperda).
Mengenai kemungkinan diberlakukannya sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan saat masa Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB) diterapkan di Bekasi.Sejatinya, ketentuan sanksi oleh pelanggar protokol kesehatan saat masa ATHB telah tertuang dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 29 Tahun 2020.
Tentang tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran ATHB dalam penanganan wabah corona virus disease 2019 atau Covid-19.
Diketahui bahwa Perwal tersebut merujuk pada Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 40 tahun 2020 tentang pedoman pengenaan sanksi pelanggar PSBB.
Namun, kekuatan hukum pada Perwal dinilai tak cukup untuk memberlakukan sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan di Bekasi.
“Yang diatur pada pembahasan raperda, yang berkaitan dengan sanksi. Kalau masih perwal kan belum bisa dikenakan sanksi,” ujar Pepen, sapaan akrabnya.
Diterbitkannya Perda baru nantinya diharapkan bisa mempertegas tindakan para aparat tiga pilar saat menggelar operasi protokol kesehatan.
Bukan hanya cara menandatangani pernyataan tertulis di depan hakim dan jaksa, namun juga diberlakukannya denda bagi pelanggar.
“Perda ada kekuatan hukumnya karena diputuskan bersama. Kalau perwal dalam keadaan darurat. Makanya kami bersama pengadilan dan polres belum bisa melakukan sanksi karena masih perwal. Makanya kita sampaikan pada Ketua DPRD dan sudah direspons. Sudah masuk dalam proses pembahasan,” tuturnya.
Senada dengan Pepen, Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairuman J Putro mengatakan ketetapan hukum pergub dan perwal dinilai masih lemah sehingga berpotensi untuk digugat masyarakat apabila diterapkan sanksi.
“Sebelumnya sanksi tidak bisa dieksekusi oleh polisi. Dalam pergub atau perwal itu lemah, bisa digugat. Maka itu kapolres kasih masukan jangan perwal tapi perda,” ungkap Chairuman.
Desakan diterbitkannya perda mengenai protokol kesehatan juga datang dari kejaksaan dan pengadilan negeri.
“Secara (ketetapan) hukum, perwal bermasalah karena setiap perubahan masyarakat harus (didasari) dengan perda. Masukan dari kajari juga sama pengadilan juga sama, kapolres juga sama. Jadi paling tepat memang perda,” katanya. (febri)
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=Qydk633WsD4[/embedyt]