MANADO, bekasipedia.com – Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) dan tokoh agama se Sulawesi Utara resmi dibuka dan dilangsungkan pada hari Minggu, 31 Maret 2019 di Convention Center Hotel Sutan Raja Jalan Manado – Bitung Minahasa Utara.
Acara ini dihadiri sekitar 4000 peserta yang terdiri dari peserta KGM, tokoh-tokoh agama se Sulawesi Utara serta aparat pemerintah.
Pdt. DR. Henriette Hutabarat, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia dalam sambutannya mengucapkan selamat datang kepada presiden RI dan terima kasih atas kesediaan menghadiri KGM.
Ia menuturkan bahwa KGM ini untuk membahas persoalan bangsa dan bagaimana Gereja memahami kehadirannya dalam masyarakat yang majemuk.
Lebih lanjut Henriette mengatakan ada empat isu yang menjadi pergumulan bangsa yaitu krisis kebangsaan, krisis ekologis, krisis keesaan Gereja dan tantangan digital.
“Gereja harus menyatakan kehadirannya di Indonesia sebagai bagian dari bangsa Indonesia dalam merawat keutuhan bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD 45. Bersama pemerintah dan lintas iman, Gereja harus berkolaborasi secara aktif, kritis dan realistis dan turut dalam menjaga keutuhan alam,” Imbuhnya.
Menghadapi revolusi industri 4.0 Gereja perlu menyiapkan diri agar tidak gagap. Gereja dituntut memberdayakan umat, melakukan pendidikan politik untuk merespon politik identitas.
Hasil KGM, katanya akan dibahas dalam Sidang Raya PGI di Sumba pada bulan November 2019 yang rencananya dihadiri Jokowi.
Presiden Joko Widodo dihadapan para undangan mengatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dengan penduduk ratusan juta penduduk.
“Tuhan menciptakan Indonesia dengan berbagai keragaman dan itu membuat kita menjadi bangsa besar. Kita harus bangga dan optimis mengelolanya negeri ini,” ucap Jokowi.
Negara, lanjutnya memerlukan tahapan besar untuk menjadi negara maju. Perubahan dunia telah terjadi saat ini dan berada di revolusi industri 4.0.
Semua negara dituntut agar tidak gagap menghadapinya. Dampak revolusi 4.0 adalah 3000 kali lebih cepat dari revolusi industri pertama.
“Kita harus siap dan merespons secara cepat karena akan ada perubahan terhadap landskap politik, ekonomi, sosial dan budaya secara global.
Kita harus sikapi tetapi tanpa harus kehilangan karakter diri sebagai bangsa Indonesia. Teknologi telah muncul di depan tetapi aturan regulasi belum ada. Keterbukaan informasi sudah sangat luas. Setiap individu sdh bisa membuat informasi apa saja bahkan tanpa kontrol. Jemaat harus tanggap terhadap perubahan ini. Jangan sampai ikut dalam pusaran politik ini yang memecah belah bangsa melalui konten tak bertanggungjawab,” katanya.
Lebih lanjut Jokowi mengajak semua umat untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 17 April 2019. Pemilu ini membutuhkan biaya triliyunan dan Pemilu merupakan saat yang menentukan untuk arah negara yang kita cintai ini.
Acara ini diakhiri dengan Doa Penutup oleh Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM Pdt. DR. Hein Arina (*)