Penataan DAS Jabar dengan Skema Blok: Upaya Baru Menata Bekasi hingga Bogor

oleh -27 Dilihat
oleh
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan keterangan di Bandung. (ist/ant)

BEKASIPEDIA.com | BANDUNG – Di tengah kompleksitas persoalan banjir dan kerusakan lingkungan di Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memperkenalkan sebuah pendekatan baru dalam penataan daerah aliran sungai (DAS).

Ia menyebutnya sebagai pola penanganan “per blok”, sebuah strategi yang mulai dieksekusi pada 2025 dan menempatkan wilayah Bekasi hingga Bogor sebagai prioritas utama.

Di ruang kerjanya di Bandung, Dedi menjelaskan bahwa selama bertahun-tahun masalah DAS ditangani secara parsial oleh berbagai instansi.

Cara itu, menurutnya, tidak lagi memadai ketika kerusakan lingkungan semakin meluas dan banjir kian rutin terjadi. “Ini rem besar. Kita ingin mengubah cara kerja semua instansi dalam satu komando,” ujarnya.

Pendekatan Baru untuk Daerah Paling Kritis

Empat wilayah—Subang, Karawang, Bekasi, dan Bogor—menjadi titik merah dalam peta persoalan air dan banjir Jawa Barat. Di situlah, kata Dedi, penanganan tidak boleh lagi dibatasi oleh sekat kewenangan.

“Masalah harus diselesaikan berurutan, per blok. Bekasi sampai Bogor, misalnya, tahun ini akan saya tuntaskan dalam satu rangkaian penanganan,” tutur mantan Bupati Purwakarta itu.

Dengan sistem blok, setiap area tidak hanya diperbaiki secara teknis, tetapi juga ditutup lingkaran persoalannya—baik sedimentasi, bangunan liar, hingga alih fungsi lahan—secara serempak.

Sinkronisasi, Kunci yang Selama Ini Hilang

Dedi tak menampik bahwa koordinasi antarinstansi kerap menjadi titik lemah dalam penanganan DAS. Karena itu ia meminta BBWS Jawa Barat dan Perum Jasa Tirta (PJT) II segera menyinkronkan rencana kerja, baik untuk tahun berjalan maupun untuk 2026 mendatang.

“Kalau tiap instansi bergerak sendiri-sendiri, DAS tidak akan pernah selesai. Perencanaan harus nyambung,” kata Dedi.

Perubahan Strategi Anggaran: Banyak Alat, Minim Ketergantungan

Dalam perubahan pola kerja ini, Pemprov Jawa Barat juga melakukan reposisi anggaran. Fokus tidak lagi pada proyek normalisasi besar yang menghabiskan anggaran, melainkan pada penguatan alat operasional di lapangan.

Pemprov, kata Dedi, berkomitmen membeli alat berat dalam jumlah besar agar pekerjaan penataan sungai tidak tergantung pada kontraktor.

“Jika alat, operator, dan BBM tersedia, efisiensinya bisa mencapai 70 persen dari total kebutuhan anggaran,” ungkapnya.

Bangunan Liar dan Alih Fungsi Lahan Jadi Sorotan

Bangunan liar di sepanjang aliran sungai menjadi salah satu titik persoalan yang akan ditangani secara tegas dan terukur. Pemprov Jabar telah menyiapkan pemasangan patok batas bersama PJT II dan PSDA, dengan dukungan keamanan dari Marinir.

“Pengawasan dan pengamanan sudah ada formatnya. Tinggal jalan,” tegas Dedi.

Tak hanya soal bangunan liar, Dedi juga menyoroti maraknya alih fungsi tanah negara di sepanjang DAS. Untuk persoalan ini, ia berniat meminta dukungan dari Kejaksaan Agung, terutama dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

“Minggu ini saya akan ke Kejaksaan Agung. Kalau tidak serius, persoalan ini hanya ramai sebentar lalu hilang,” katanya. (ist/pede)