CIKARANG PUSAT, BEKASIPEDIA.com – Pemilihan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 diwarnai aksi ricuh, pada Rabu (18/3/2020) kemarin. Kelompok masyarakat beserta sejumlah mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di depan Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Dalam aksinya, mereka mengecam pemilihan wakil bupati yang dinilai tidak sesuai aturan. Lebih dari itu, pemilihan orang nomor dua di Kabupaten Bekasi itu pun terkesan dipaksakan.
“Kami menilai Panitia Pemilihan Wabup Bekasi hanya seperti bermain politik dagang sapi. Ada upaya praktik jual beli jabatan untuk kepentingan golongan saja,” kata Ketua BEM FT Universitas Pelita Bangsa, Fakhri Pengetsu, di sela aksi tersebut.
Aksi yang diawali dengan orasi dari berbagai kelompok ini digelar bersamaan dengan dilaksanakannya pemilihan wakil bupati di Gedung DPRD Kabupaten Bekasi. Dalam aksinya, mereka menolak pemilihan dilanjutkan. Kemudian aksi tersebut menjadi memanas tatkala pemilihan tetap berlangsung.
Ratusan massa ini pun berusaha merangsek masuk ke dalam Komplek Pemkab Bekasi guna menuju Gedung DPRD Kabupaten Bekasi. Namun, upaya ini dihalau aparat dari Kepolisian Metro Bekasi.
Massa yang tidak terima dihadang itu pun terus mencoba masuk hingga kontak fisik tidak terhindarkan. Aksi pun sempat diwarnai saling lempar batu. Massa pun dapat dikendalikan setelah polisi melepaskan tembakan air serta gas air mata.
“Kami muak sebetulnya melihat kelakuan elit politik di Bekasi, seperti politik dagang saja. Saling sikut dan bermanuver untuk memperebutkan kekuasaan wakil bupati. Kami paham, bahwa di politik, tidak ada makan siang gratis. Tapi panlih terburu-buru ada apa? Dan Bupati belum menyerahkan Rekomendasi ada apa?” ucapnya.
Sementara Ketua BEM Universitas Mitra Karya, Yusril meminta pemilihan wakil bupati disorot aparat penegak hukum. Dia menilai, terdapat praktik uang yang melibatkan banyak nama di balik pemilihan wakil bupati ini. Dugaan itu timbul lantaran pemilihan yang telah nyata tidak sesuai aturan tetap digelar.
“Karena secara aturan saja ini sudah inkonstitusional. Banyak aturan yang dilanggar pemilihan tetap digelar. Pertanyaannya, ada apa kok melewati regulasi yang ada,” ucap dia.
Seperti diketahui, pemilihan Wabup Bekasi ini menuai polemik sejak beberapa waktu terakhir. Sejumlah pihak menilai pemilihan itu penuh kontroversi lantaran para partai koalisi belum bersepakat menentukan calon.
Namun demikian, di saat pertentangan terus mengalir, Panlih keukeuh menggelar pemilihan melalui melalui sistem pencoblosan pada rapat paripurna, Rabu 18 Maret 2020.
Pemilihan itu pun terkesan hambar karena hanya dihadiri oleh 40 anggota dewan dan satu calon saja yakni Akhmad Marjuki. Sedangkan calon lainnya, Titi Nurcholifah Yasin tidak hadir.
Tidak hanya itu, dalam momentum penting tersebut, Bupati Eka Supria Atmaja, jajaran Pemkab Bekasi serta Forkopimda pun tidak hadir. Sedangkan hasil pemilihan, seluruh dewan yang hadir kompak Akhmad Marjuki dengan 40 suara.
Ketua Panlih Wabup, Mustakim enggan berkomentar tentang penolakan disampaikan sejumlah pihak. Dia hanya menyebut hasil ini akan disampaikan ke Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Barat.
“Pemilihan ini haknya di DPRD, Bupati tidak hadir ya tidak masalah. Setelahnya saya hanya menyampaikan ke ketua dewan untuk selanjutkan ke menteri melalui gubernur,” ucapnya. (*)