BEKASIPEDIA| JAKARTA – Nama Ridwan Kamil kembali menjadi sorotan publik setelah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak menyebut mantan gubernur Jawa Barat (Jabar) itu sudah pernah dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2021–2023.
“Sudah pernah dipanggil kok. Ridwan Kamil pernah dipanggil,” kata Tanak saat ditemui di kawasan Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Meski demikian, Tanak belum membeberkan secara rinci kapan pemanggilan dilakukan atau apakah Ridwan Kamil hadir memenuhi panggilan penyidik.
“Mungkin belum datang ya,” ujarnya singkat.
Rumah Ridwan Kamil Pernah Digeledah
KPK sebelumnya telah melakukan penggeledahan di rumah pribadi Ridwan Kamil pada 10 Maret 2025 sebagai bagian dari proses penyidikan kasus ini.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik turut menyita satu unit sepeda motor yang diduga berkaitan dengan aliran dana dari proyek bermasalah tersebut.
Langkah itu dilakukan setelah kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB mulai menguak ke publik, dengan dugaan keterlibatan berbagai pihak, baik dari internal bank maupun eksternal lewat agensi periklanan.
Lima Tersangka Sudah Ditetapkan
Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan lima orang sebagai tersangka, yang seluruhnya berasal dari jajaran internal bank maupun pihak swasta.
Kelima tersangka tersebut adalah Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Widi Hartoto, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres Suhendrik, serta pengendali agensi Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma.
Mereka diduga bersama-sama menyalahgunakan anggaran pengadaan iklan dan kegiatan promosi yang dikelola Bank BJB selama 3 tahun.
Berdasarkan hasil penyidikan sementara, kerugian negara akibat korupsi proyek pengadaan iklan di Bank BJB diperkirakan mencapai Rp 222 miliar.
Angka ini mencuat dari dugaan mark up, proyek fiktif, serta pembagian fee ilegal antara internal bank dan agensi periklanan. (brs/pede)