Rakyat Tagih Janji Jokowi untuk Berantas Mafia Tanah

oleh -1341 Dilihat
oleh
Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) bersama Keluarga Besar Kampus Reformasi'98 (KBKR'98) mengadakan diskusi terbatas tentang Reformasi Agraria yang diselenggarakan di Rumah Kerja Bhinneka Nusantara Jokowi - Ma'ruf (JOKMA) dicJalan HOS Cokroaminoto Jakarta Pusat pada Kamis (30/5/2019) lalu. (foto: tahar)

BEKASIPEDIA.com – Siap melaksanakan instruksi Presiden atas perampasan tanah rakyat, Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) bersama Keluarga Besar Kampus Reformasi’98 (KBKR’98) mengadakan diskusi terbatas tentang Reformasi Agraria yang diselenggarakan di Rumah Kerja Bhinneka Nusantara Jokowi – Ma’ruf (JOKMA) dicJalan HOS Cokroaminoto Jakarta Pusat pada Kamis (30/5/2019) lalu.

Tentunya dengan terselenggaranya kegiatan diskusi ini, seperti yang dipaparkan moderator diskusi Agus Muldya bahwa KBKR’98 dan FKMTI selain mendukung upaya Presiden Jokowi mewujudkan reformasi agraria juga untuk mencegah sekaligus mengatasi masalah konflik agraria yang berakibat terjadinya benturan antara rakyat dengan korporasi, instansi pemerintahan dan perusahaan.

Kata yang sama dipaparkan Ketua Umum FKMTI, Supandi Kendi Budiarjo bahwa
mewujudkan reformasi agraria tidak cukup hanya mempercepat proses sertifikasi terhadap pemilik tanah.

Seminar Soal Mafia Tanah. (foto: tahar)

“Banyak terjadi di beberapa wilayah tanah milik rakyat yang mempunyai sertifikat atau berstatus girik bisa dikuasai secara sepihak oleh konglomerat / pengusaha besar. Dan hadirnya FKMTI bisa menjadi wadah bagi para korban mafia tanah. Oleh karenanya, FKMTI mendorong pemerintah membentuk pengadilan Adhock untuk mempercepat proses penyelesaian kasus perampasan tanah,” papar Budiarjo.

Menanggapi hal tersebut, aktor dan politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sandy Nayoan yang hadir sebagai pembicara menyebut masalah mafia tanah di Indonesia sudah krisis dan FKMTI harus berkolaborasi dengan pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi agar dibuat payung hukumnya, menurutnya kejahatan mafia tanah tidak terlepas dari oknum pengadilan dan korporasi.

“Jadi rakyat akan selalu kalah bila ranahnya dibawa ke pengadilan jika tidak ada terobosan dari pemerintah,” ucap Sandy.

Ucapan Sandy, disikapi Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli, Brigjen Polisi Budi Susanto sebagai “Invisible Hand” karena disinyalir ada yang melindungi para perampas tanah sehingga rakyat tidak mendapat haknya.

Sementara Joko Gembong Wuryanto, Kasubdit Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah II mewakili kementrian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan bahwa kementeriannya sudah bekerja sama dengan Mabes Polri bagaimana mengikis perlahan tapi pasti dengan kaitan pemberantasan mafia tanah

terkait dengan aduan perampasan tanah, kata Joko semua tetap harus ada proses dan penelitian data fakta pisik, yuridis serta administrasi.
“Setelah data kita temukan lalu dianalisa dan situlah kita berperan, prinsipnya adalah tidak ada masalah sengketa yang tidak bisa diselesaikan yang ada adalah tidak mau menyelesaikan dan punya kepentingan. Itu kata kunci,” jelasnya.

Tanggapan lain disampaikan Beathor Suryadi dari Kantor Staf Presiden (KSP) bahwa dirinya berkeyakinan Presiden Jokowi berkomitmen untuk menuntaskan kasus perampasan tanah.
“Presiden telah membuktikan berani menolak perpanjangan HGU konglomerat karena akan membagikannya ke rakyat, jadi seharusnya Presiden tidak mempunyai beban untuk menyelesaikan kasus tanah yang dirampas konglomerat,” tandasnya.

Diskusi terbatas yang dihadiri oleh puluhan para korban mafia tanah dihadiri oleh pembicara Supandi Kendi Budianto (Ketum FKMTI), Bagus Satrianto (Ketua FRI), Tohap Silaban (Ketum KBKR’98), Sandy Nayoan selaku politisi PKB, Joko Gembong Wuryanto dari Kementrian ATR/BPN Kasubdit Sengketa Tanah dan Ruang Wilayah II, Brigjen Polisi Budi Susanto Kepala Sekretariat Satgas Saber Pungli dan moderator diskusi sekaligus Sekjen FKMTI Agus Muldya. (tahar)